Koran.co.id – Peran dosen dalam mendorong kesetaraan gender di wilayah kampus Untag Surabaya sangat krusial. Dosen dapat menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dengan mengintegrasikan perspektif gender dalam kurikulum, serta mengajarkan mahasiswa tentang ketidakadilan gender dan peran sosial yang dibebankan pada masing-masing gender. Melalui metode pembelajaran interaktif seperti diskusi kelompok dan studi kasus, mahasiswa didorong untuk mengembangkan sikap kritis terhadap isu gender. Dengan demikian, dosen tidak hanya berperan sebagai pengajar, tetapi juga sebagai agen perubahan dalam masyarakat yang lebih adil dan setara. Kesetaraan gender di lingkungan pendidikan tidak hanya menjadi tuntutan moral, tetapi juga fondasi bagi terciptanya masyarakat yang adil dan inklusif. Sebagai institusi yang mencetak generasi masa depan, perguruan tinggi memegang peran strategis dalam mendorong nilai-nilai ini, salah satunya di wilayah kampus. Dalam hal ini, dosen memiliki tanggung jawab besar untuk tidak hanya mengajarkan teori, tetapi juga menanamkan kesadaran kritis kepada mahasiswa tentang pentingnya menghapus bias dan stereotip gender yang masih mengakar di berbagai lapisan masyarakat.
Beberapa peran strategis dosen dalam mendorong kesetaraan gender dalam dunia pendidikan, dosen tidak hanya berperan sebagai pengajar tetapi juga sebagai agen perubahan sosial. Salah satu isu yang semakin mendapat perhatian adalah kesetaraan gender, yang relevansinya sangat krusial dalam membangun masyarakat inklusif. Dosen juga memiliki peluang besar untuk menciptakan kesadaran dan mendorong perubahan pola pikir mahasiswa terkait isu-isu gender yang masih menjadi tantangan di berbagai sektor. Dan tantangan Kesetaraan gender juga suatu prasyarat penting untuk mewujudkan pendidikan yang inklusif dan adil. Namun, tantangan masih ada, mulai dari stereotip gender dalam pilihan jurusan hingga dominasi maskulinitas dalam ruang diskusi akademik. Dalam konteks ini, Kesetaraan gender masih menjadi sarana strategis untuk mengidentifikasi dan mendekonstruksi ketidak adilan yang sering dianggap sebagai norma. Dosen dapat memanfaatkan kurikulum untuk memperkenalkan mahasiswa pada konsep-konsep dasar, seperti konstruksi sosial gender, interseksionalitas, dan bias implisit. Dengan demikian, mahasiswa diajak untuk memahami bahwa gender bukan hanya soal laki-laki dan perempuan, tetapi juga tentang sistem yang memengaruhi hak, peluang, dan kesejahteraan setiap individu.
Opini saya sebagai mahasiswa UNTAG terhadap peran dosen ILKOM dalam mendorong kesetaraan gender melalui mata kuliah Komunikasi Gender umumnya positif. Dosen sebagai pengajar dan kita sebagai pelajar dianggap sebagai agen perubahan yang dapat membuka wawasan, mengkritisi stereotip gender, dan mengajarkan nilai-nilai kesetaraan melalui metode pengajaran yang inklusif. Mahasiswa juga berharap materi yang diajarkan relevan dengan kehidupan sehari-hari dan mampu membangun kesadaran kritis terhadap isu gender. Dengan demikian, peran dosen sangat signifikan dalam membentuk generasi muda yang lebih peduli terhadap kesetaraan gender.
Jelas banyak ruang diskusi yang inklusif contohnya seperti Ruang kelas harus menjadi tempat yang aman dan inklusif, di mana mahasiswa bebas menyampaikan pandangan mereka tanpa takut dihakimi. Dalam hal ini, dosen harusnya dapat mendorong diskusi kritis dengan menghadirkan berbagai perspektif, termasuk pengalaman kelompok marginal seperti perempuan, LGBTQ+, atau kelompok minoritas lainnya. Misalnya, membahas bagaimana media menggambarkan peran gender atau bagaimana budaya populer sering kali memperkuat stereotip gender tertentu. Selain itu, dosen juga dapat memperkenalkan pendekatan praktis, seperti analisis kasus nyata atau simulasi kebijakan. Pendekatan ini tidak hanya membantu mahasiswa memahami dampak nyata ketidaksetaraan gender, tetapi juga melatih mereka untuk berpikir solutif dan bertindak sebagai agen perubahan.
Menurut saya peran dosen juga sangat penting, Dosen juga perlu menjadi teladan dalam mendukung kesetaraan gender. Sikap terbuka, penghormatan terhadap keberagaman, dan konsistensi dalam menegakkan nilai-nilai inklusivitas akan memengaruhi cara pandang mahasiswa. Hal ini bisa diwujudkan dengan memastikan bahwa contoh-contoh dalam materi pengajaran mencerminkan keragaman gender atau memberikan perhatian yang sama terhadap mahasiswa laki-laki dan perempuan dalam diskusi kelas. Dan juga di era digital, dosen juga dapat memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan kesadaran gender. Misalnya, mendorong mahasiswa membuat kampanye media sosial, video pendek, atau podcast tentang isu-isu gender. Selain itu, mahasiswa juga dapat diajak untuk menganalisis data dari media digital, seperti pola bias gender dalam iklan atau representasi gender dalam berita.
Banyak tantangan dan peluang tentang kesetaraan gender, Meskipun peran dosen sangat penting, ada tantangan yang perlu diatasi. Salah satunya adalah resistensi dari mahasiswa atau lingkungan yang masih memegang teguh stereotip gender. Untuk menghadapi hal ini, dosen perlu mengadopsi pendekatan yang sensitif, mendengarkan dengan empati, dan mengedukasi secara perlahan namun konsisten. Di sisi lain, peluang besar juga tersedia, terutama dalam kolaborasi dengan komunitas kampus, seperti organisasi mahasiswa, yang dapat menjadi mitra dalam menggalang dukungan terhadap kesetaraan gender. Seminar, workshop, dan kampanye bertema gender dapat memperluas dampak dari pembelajaran di kelas.
Kesimpulan
Kesimpulannya kesetaraan gender di lingkungan pendidikan tidak dapat terwujud tanpa komitmen dari seluruh elemen, terutama dosen. Melalui kesetaraan gender, dosen dapat memainkan peran strategis dalam membentuk pola pikir mahasiswa agar lebih inklusif dan kritis terhadap ketidakadilan gender. Dengan menjadi fasilitator diskusi, role model, dan pengguna teknologi yang kreatif, dosen dapat menciptakan perubahan nyata yang tidak hanya berdampak pada mahasiswa, tetapi juga pada masyarakat luas. Dan jika pendidikan adalah fondasi perubahan, maka dosen adalah arsiteknya. Melalui pengajaran yang berfokus pada kesetaraan gender, kita tidak hanya membangun generasi yang cerdas, tetapi juga generasi yang adil. Mahasiswa juga mempunyai kemampuan untuk memainkan peran penting dalam menjamin kesetaraan gender dalam wilayah kampus, salah satu langkah konkritnya adalah dengan aktif mendorong keterwakilan perempuan dan laki-laki yang setara dalam berbagai posisi kepemimpinan di kampus. Dengan mengambil langkah ini, mereka tidak hanya menciptakan lingkungan yang inklusif, namun juga memberikan contoh positif kepada masyarakat luas tentang pentingnya kesetaraan gender dalam dinamika kepemimpinan. Melalui keterwakilan yang seimbang, mahasiswa menunjukkan kepada seluruh masyarakat kampus bahwa semua individu tanpa memandang gender mempunyai kemampuan dan hak yang sama untuk berkontribusi dan memimpin, serta memperbarui komitmen mereka terhadap prinsip-prinsip kesetaraan yang adil. Hal ini tidak hanya menciptakan lingkungan inklusif di tingkat kampus, namun juga memperkuat landasan untuk membangun masyarakat yang lebih setara dan adil bagi semua orang di dalam dan di luar lingkungan akademik. Dan kesetaraan gender bukan hanya sebuah konsep, tetapi sebuah komitmen untuk menciptakan ruang yang adil dan inklusif bagi semua individu, terutama di lingkungan pendidikan. Dosen, melalui peran strategisnya, memiliki kesempatan besar untuk menjadi motor penggerak perubahan ini. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai kesetaraan gender dalam pembelajaran, membuka ruang diskusi kritis, dan menjadi teladan, dosen tidak hanya membentuk mahasiswa yang berpikir kritis tetapi juga menjadi agen perubahan di masyarakat. Pada akhirnya, kesadaran dan aksi nyata yang dimulai dari ruang kelas dapat menjadi langkah awal menuju terciptanya lingkungan pendidikan yang lebih adil dan setara bagi semua.
Raditya Ramadhan pramudya
Teknik penulisan ilmiah (H)
Universitas 17 agustus 1945 Surabaya, ILKOM