Kaleidoskop Sambo CS : Lika Liku Pembunuhan Brigadir J

banner 468x60

Media Massa – Kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J yang melibatkan mantan Kepala Divisi Propam Polri Ferdy Sambo masih menyisakan teka-teki terkait alasan atau motif yang mendasari pembunuhan.

Latar belakang pembunuhan didasari kemarahan lantaran istri Sambo, Putri Candrawathi dilecehkan Brigadir J masih menuai perdebatan.

Bacaan Lainnya
banner 300x250

Pihak keluarga menepis Yosua melecehkan Putri. Kriminolog pun meragukan motif pemerkosaan yang tidak disertai bukti atau alibi pendukung.

Pembunuhan terhadap Brigadir J terjadi pada Jumat, 8 Juli 2022 di rumah dinas Sambo yang terletak di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Tindak pidana itu dilakukan Sambo bersama-sama dengan Putri, Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Ma’ruf.

Bharada E, Bripka RR, dan Brigadir J adalah ajudan Sambo kala menjabat Kadiv Propam Polri. Sementara Kuat Ma’ruf adalah sopir keluarga Sambo.

Mereka didakwa melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Brigadir dan didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Tak hanya didakwa melakukan pembunuhan berencana, Sambo juga didakwa melakukan obstruction of justice atau perintangan penyidikan terkait penanganan perkara dugaan pembunuhan berencana Brigadir J di rumah dinasnya.

Sejumlah anggota Polri juga didakwa melakukan obstruction of justice bersama Sambo. Mereka adalah Brigjen Pol. Hendra Kurniawan, Kombes Pol. Agus Nur Patria, Kompol Chuck Putranto, Kompol Baiquni Wibowo, AKBP Arif Rahman Arifin, dan AKP Irfan Widyanto.

Atas perbuatan tersebut, mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsider Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 233 KUHP subsider Pasal 221 ayat (1) ke 2 juncto Pasal 55 KUHP.

Sidang kasus pembunuhan berencana Brigadir J yang bergulir sejak 17 Oktober 2022 masih berlanjut hingga kini.

Sejumlah saksi telah dihadirkan untuk membuat lebih terang kasus pembunuhan itu, mulai dari penyidik Polres Metro Jakarta Selatan, orang-orang yang bekerja langsung dengan Sambo hingga keluarga Brigadir J.

Skenario tembak menembak

Ferdy Sambo merekayasa kasus kematian Brigadir J yang terjadi di rumahnya pada 8 Juli lalu. Ia membuat narasi bahwa Brigadir J tewas akibat baku tembak dengan Bharada E.

Sambo menyebut bahwa Brigadir J melakukan pelecehan terhadap Putri. Putri sempat berteriak, dan Bharada E pun mendengarnya. Dia lantas berjalan menuju kamar, saat Brigadir J keluar lebih dulu. Bharada E menanyakan teriakan tersebut kepada Brigadir J.

Namun, Brigadir J yang berada di lantai bawah depan kamar tidur Putri bereaksi secara spontan dan menembak Bharada E yang berdiri di tangga lantai duarumah dinas Sambo.

Bharada E kemudian disebut membalas tembakan Brigadir J, sehingga terjadi aksi tembak menembak antara keduanya.

Brigadir J disebut mengeluarkan tembakan sebanyak tujuh kali dan dibalas oleh Bharada E sebanyak lima kali. Tidak ada tembakan Brigadir J yang mengenai Bharada E, tetapi tembakan Bharada E menewaskan Brigadir J.

Sambo kemudian membersihkan tempat kejadian perkara (TKP) dan menghilangkan sejumlah barang bukti dengan melibatkan lebih dari 90 polisi untuk menyempurnakan narasi palsu yang dibuat. Setelah itu, Polri mengumumkan kepada publik kasus kematian Brigadir J sesuai yang dibuat Sambo.

Kepalsuan cerita buatan Sambo mulai terungkap usai muncul kecurigaan Keluarga Brigadir J. Keluarga mendapati luka-luka yang diduga bukan berasal dari tembakan di tubuh Brigadir J.

Kapolri bentuk tim khusus

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo lalu membentuk tim khusus untuk mendalami kasus penembakan terhadap Brigadir J. Tim tersebut dibentuk untuk menjawab keraguan publik atas penanganan kasus itu.

Usai pembentukan tim khusus itu, rekayasa kasus yang dirancang Sambo terbongkar. Brigadir J tidak mati akibat baku tembak, melainkan dibunuh.

“Tidak ditemukan fakta peristiwa tembak menembak seperti yang dilaporkan. Tim khusus menemukan bahwa peristiwa adalah peristiwa penembakan terhadap saudara J hingga meninggal dunia yang dilakukan saudara RE atas perintah FS,” kata Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Selasa (9/8).

Autopsi ulang jenazah Brigadir J

Berdasarkan hasil autopsi sementara dari RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur ditemukan ada tujuh luka tembak masuk dan enam luka tembak keluar (tembus) serta satu proyektil bersarang di dada Brigadir J.

Tujuh luka tembak itu berasal dari lima tembakan yang disebut dikeluarkan Bharada E. Saat itu Polisi mengklaim satu butir peluru bisa membuat dua luka tembak.

Tak puas dengan hasil autopsi yang dipenuhi kejanggalan, keluarga Brigadir J lantas mengajukan permohonan untuk dilakukan autopsi ulang terhadap jenazah Brigadir J. Autopsi ulang kemudian dilakukan di RSUD Sungai Bahar, Jambi pada 27 Juli lalu.

Autopsi dilakukan oleh tim dokter forensik yang terdiri dari Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI), Rumah Sakit Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, dan Pusdokkes Polri.

Terdapat beberapa kesimpulan dari hasil autopsi ulang Brigadir J, di antaranya lima luka tembak. Empat tembus tubuh, satu peluru bersarang di dekat tulang belakang, serta luka-luka lain di tubuh Brigadir J karena tembakan. Tim dokter memastikan tidak ada bekas penyiksaan.

Dari hasil pemeriksaan ulang ini, penyebab kematian Brigadir J disebabkan oleh luka tembak fatal di bagian dada dan kepala.

Pengakuan Ferdy Sambo
Dalam pemeriksaan perdana yang dilakukan tim khusus terhadap Sambo di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Kamis (11/8), Sambo mengaku marah saat mendengar laporan bahwa Putri dilecehkan oleh Brigadir J saat berada di Magelang, Jawa Tengah pada Kamis, 7 Juli 2022.

Sambo menyebut Putri mendapat perlakuan yang melukai harkat dan martabat keluarga di Magelang. Menurut Sambo, laporan itu diperoleh langsung dari Putri.

Atas dasar itu, Sambo disebut memanggil Bharada E dan Bripka RR untuk merencanakan pembunuhan Brigadir J.

Tim khusus Polri menghabiskan waktu tujuh jam untuk mendapat pengakuan Sambo tersebut.

Selain itu, melalui kuasa hukumnya Arman Hanis, Sambo mengaku telah menyebarkan informasi yang tidak benar terkait kasus pembunuhan Brigadir J. Atas dasar itu, ia meminta maaf kepada Polri dan masyarakat luas.

Bharada E jadi justice collaborator
Bharada E menjadi justice collaborator di kasus pembunuhan Brigadir J usai permohonannya diterima oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Adapun alasan Bharada E direkomendasikan menjadi justice collaborator karena dia dianggap bukan pelaku utama pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Bharada E juga bersedia memberikan informasi kepada aparat penegak hukum tentang berbagai fakta terkait kasus tersebut.

Justice collaborator merupakan pelaku tindak pidana yang bersedia bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk membongkar kasus tindak pidana tertentu yang terorganisasi dan menimbulkan ancaman serius.

97 polisi diperiksa
Peristiwa pembunuhan Brigadir J di kediaman perwira tinggi Korps Bhayangkara tersebut seperti pukulan keras bagi institusi Polri. Kematian Brigadir J menjadi sorotan utama di tanah air lantaran menyeret puluhan anggota Polri.

Sebanyak 97 personel kepolisian diperiksa oleh Polri akibat diduga terlibat dalam kasus penembakan di rumah dinas Ferdy Sambo itu. Adapun 35 di antaranya melakukan pelanggaran kode etik profesi.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo merinci 35 personel yang diduga langgar etik berdasarkan pangkatnya. Terdiri dari 1 Inspektur Jenderal, 3 Brigadir Jenderal , 6 Kombes, 7 AKBP, 4 Kompol, 5 AKP, 2 Iptu, 1 Ipda, 1 Bripka, 1 Brigadir, 2 Briptu, dan 2 Bharada.

5 Polisi Dipecat karena Terlibat
Buntut dari peristiwa berdarah itu, sebanyak lima dari tujuh polisi dipecat dari Korps Bhayangkara. Mereka yang dipecat merupakan para tersangka obstruction of justice atau perintangan proses penyidikan kasus Brigadir J.

Tujuh anggota Polri yang jadi tersangka obstruction of justice adalah eks Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rahman, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto.

Sementara lima tersangka dipecat dari Polri yakni Ferdy Sambo, Baiquni Wibowo, Chuck Putranto, Agus Nurpatria dan Hendra Kurniawan.

Kesaksian Bharada E
Saat memberikan kesaksian di persidangan, Bharada E mengaku melihat Ferdy Sambo melepas tembakan ke arah Brigadir J. Sambo disebut menembak menggunakan senjata jenis Glock dengan dua tangan.

Sambo juga disebut mengenakan sarung tangan berwarna hitam saat hendak mengeksekusi Brigadir J. Namun, hanya tangan kiri yang terbungkus oleh sarung tangan tersebut.

Ia mengatakan bahwa perintah yang dilontarkan Sambo bukan ‘hajar Chad’ melainkan menembak Brigadir J. Bahkan, perintah itu, kata dia, disampaikan dengan nada tinggi.

Bharada E juga menepis keterangan Sambo yang menyebut dirinya menembak sebanyak lima kali. Ia menegaskan menembak sebanyak tiga hingga empat kali ke arah Brigadir J.

Bharada E mengaku melepaskan timah panas dalam jarak dua meter. Tembakan pertama ia lakukan dengan mata tertutup.

Kesaksian Ferdy Sambo
Sambo memerintahkan Bharada E untuk menghajar Brigadir J. Namun, yang terjadi justru penembakan. Sambo mengatakan kejadian penembakan itu berjalan begitu cepat. Ia mengaku kaget saat Bharada E melepaskan tembakan ke arah Brigadir J.

Usai melihat Brigadir J terkapar berlumuran darah, Sambo pun panik. Ia mengaku sempat perintahkan Bharada E untuk berhenti tembaki Brigadir J.

Sambo mengatakan Bharada E melepaskan tembakan ke arah Brigadir J sebanyak lima kali. Selain itu, Sambo juga menegaskan bahwa dirinya tidak ikut menembak Brigadir J.

“Saudara ikut nembak tidak?” tanya hakim.

“Saya tidak ikut nembak,” jawab Sambo.

Putri Candrawathi mengaku diperkosa
Dalam kesaksiannya di sidang pembunuhan berencana Brigadir J, Putri Candrawathi bersikeras dirinya menjadi korban pemerkosaan hingga kekerasan oleh Brigadir J di Magelang.

Putri mengklaim Brigadir J telah melakukan tindak kekerasan seksual hingga penganiayaan terhadap dirinya. Menurutnya, Brigadir J telah membantingnya sebanyak tiga kali.

“Mohon maaf Yang Mulia, mohon izin yang terjadi adalah memang Yosua melakukan kekerasan seksual, pengancaman, dan juga penganiayaan dengan membanting saya tiga kali ke bawah. Itu yang memang benar-benar terjadi,” kata Putri di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (12/12).

Sambil terisak di hadapan majelis hakim, Putri mengklaim Brigadir J telah memperkosa dan mengancam dirinya. Ia pun mempertanyakan alasan Polri akhirnya menyelenggarakan upacara pemakaman penghormatan untuk Brigadir J.

“Mungkin ditanyakan ke institusi Polri kenapa bisa memberikan penghargaan kepada orang yang sudah melakukan pemerkosaan dan penganiayaan serta pengancaman kepada saya selaku Bhayangkari,” ujarnya.

ANALISIS
Tiga Kasus Besar Sambo hingga Kanjuruhan & Lip Service Reformasi Polri
Kesaksian Kuat Ma’ruf
Kuat Ma’ruf mengaku melihat Brigadir J naik turun tangga dekat kamar Putri sembari mengintip-intip saat berada di Magelang, pada 7 Juli lalu. Melihat gerak-gerik itu, Kuat Ma’ruf pun mencoba membuat kaget Brigadir J.

Ia menggedor kaca teras dekat Brigadir J berdiri. Namun, Brigadir J justru berlari ketika melihat keberadaan Kuat Ma’ruf.

Kuat Ma’ruf kemudian dipanggil oleh Asisten Rumah Tangga (ART) Sambo, Susi untuk ke kamar Putri yang berada di lantai atas. Saat tiba di depan kamar, Kuat melihat Putri tergeletak di lantai dengan kondisi rambut acak-acakan.

Tak hanya rambut, Kuat Ma’ruf juga menyebut tempat tidur Putri berantakan, seprai dan bantal tak beraturan.

Kesaksian Bripka RR
Ricky mengaku dipanggil Sambo setibanya di rumah Saguling usai menempuh perjalanan dari Magelang. Kepada Ricky, Sambo bercerita bahwa Putri telah dilecehkan oleh Brigadir J. Air mata Sambo pecah saat menceritakan peristiwa itu.

Sambo memerintah Ricky untuk menembak Brigadir J, namun perintah itu ia tolak. Ricky mengaku tak kuat mental untuk melaksanakan perintah tersebut. Sambo lantas memerintah Ricky untuk memanggil Bharada E.

Mendapat perintah itu, Ricky bergegas memanggil Bharada E. Kendati demikian, ia masih terus bertanya-tanya ihwal peristiwa pelecehan tersebut.

Setelahnya, Ricky melihat Putri ke luar area rumah dan meminta agar diantarkan ke rumah dinas Duren Tiga untuk isolasi mandiri.

Janggal motif pelecehan Putri Candrawathi
Dugaan motif pelecehan seksual terhadap Putri yang mendasari pembunuhan Brigadir J dianggap janggal karena Ferdy Sambo masih sempat melakukan kegiatan badminton satu hari sebelum eksekusi penembakan.

Ahli Kriminologi Muhammad Mustofa meyakini kasus Ferdy Sambo merupakan pembunuhan berencana. Pasalnya, dalam pembunuhan tidak berencana, perbuatan yang dilakukan biasanya merupakan pembunuhan reaksi seketika.

“Jadi tidak ada jeda waktu lagi menyaksikan istrinya diperkosa, dia lakukan tindakan misalnya tembakan terhadap pelaku (pemerkosa). Tidak ada jeda waktu untuk berpikir melakukan tindakan-tindakan lain,” ujar Mustofa saat dihadirkan sebagai saksi ahli di persidangan.

Mustofa pun menggarisbawahi soal lemahnya bukti dugaan pelecehan yang mendasari pembunuhan Brigadir J. Sejauh ini dugaan pelecehan seksual hanya berdasar pada pengakuan Putri saja. Sehingga motif pelecehan di Magelang masih dipertanyakan.

“Yang jelas adalah ada kemarahan yang dialami oleh pelaku, yang berhubungan dengan peristiwa di Magelang tapi tidak jelas,” jelas Mustofa.

Hasil Uji Kebohongan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi
Saksi ahli poligraf Aji Febrianto Ar-Rosyid membeberkan scoring hasil tes poligraf terdakwa Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka RR, Kuat Ma’ruf dan Bharada E di persidangan.

Ia menyebut hasil tes FerdySamboyang mendapat nilai -8 dan Putri Candrawathi -25. Hasil tes sejoli suami-istri itu sama-sama menunjukkan indikasi kebohongan.

Bharada E menjalani satu hasil tes dengan pertanyaan ‘Apakah kamu memberikan keterangan palsu kamu menembak Yosua?’.

“Richard menjawab tidak dan jawabannya jujur, Richard ini menembak Yosua,”ujar Aji.

Sementara Bripka RR menjalani dua tes uji kebohongan dengan nilai +11 untuk tes pertama dan nilai +19 untuk tes kedua.

Aji menyebut hasil pemeriksaan terhadap Bripka RR menunjukkan keterangan adalah jujur bahwa dia tak melihat Sambo menembak Brigadir J.

Kuat Ma’ruf disebut Aji menjalani dua kali tes poligraf, dengan nilai masing-masing +9 dan -13 untuk tes kedua.

Tes pertama dengan pertanyaan ‘Apakah kamu memergoki persetubuhan Ibu Putri dengan Yosua’. Kuat menjawab tidak memergoki peristiwa itu dan hasilnya, kata Aji, dinyatakan jujur.

“Indikasi kedua ‘Saudara Kuat tanggal 9 September, apakah kamu melihat Pak Sambo menembak Yosua?’ Jawaban Kuat tidak. Indikasi berbohong,” kata Aji.

(Sumber : CNN)

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *